Showing posts with label culture. Show all posts

Chapter 30 : Perayaan Holi Festival di Jaipur, India


Holi Festival
Holi Festival, festival awal musim semi yang dirayakan di Negara-Negara yang memiliki penduduk beragama Hindu seperti India, Nepal dan Bangladesh. Pada dasarnya Holi digelar untuk merayakan warna musim semi. Masing - masing warna pada serbuk memiliki arti yang berbeda-beda. Warna merah melambangkan kehidupan, festival dan pernikahan. Warna kuning untuk kemakmuran dan perdagangan. Warna hijau melambangkan alam, kesuburan dan kebahagiaan. Sedangkan biru atau warna kulit Dewa Krisna mempunyai arti perdamaian, cinta dan surga. 

Local People
Local People
Setiap kota di India mempunyai cara sendiri untuk memperingati Holi Festival. Kota yang paling terkenal adalah Mathura dengan perayaan tradisionalnya. 

Tahun lalu perayaan Holi Festival diselenggarakan pada tanggal 1 dan 2 Maret 2018. Saya berkesempatan mengikuti Holi Festival di Jaipur, India. Saya mengikuti perayaan Holi Festival yang diselenggarakan oleh beberapa hostel di Jaipur bersama beberapa teman dari Indonesia. Saat itu para peserta diwajibkan memakai dresscode berwarna putih serta membayar 600 Rupee atau sekitar 120ribu rupiah untuk mengikuti rangkaian Holi Festival. 

Hari yang dinanti-nantipun tiba. Seluruh peserta yang mengikuti Holi Festival akan dijemput oleh bus yang disediakan oleh pihak hostel menuju tempat diselenggarakannya acara. Disini saya bertemu dengan banyak wisatawan asing maupun warga lokal yang antusias mengikuti festival ini.

Sesampainya di lokasi, para peserta disambut dengan lemparan serbuk warna warni oleh pihak panitia. Saya dan para peserta yang lain bergegas mengambil serbuk warna - warni yang telah disediakan dan langsung memulai "peperangan". Acara Holi Festival saat itu berlangsung sangat meriah. Lantunan musik khas India serta iringan dari DJpun menambah kemeriahan acara. Tidak ada perbedaan antara warga lokal maupun turis asing. Semuanya menyatu dalam kemeriahan Holi Festival. Pihak panitia juga menyediakan makanan maupun minuman untuk para peserta. Dan itu sudah termasuk kedalam harga tiket yang telah kita beli. Jadi jangan khawatir jika kalian kelaparan atau kehausan ditengah-tengah acara. 

Holi Festival
Holi Festival
Holi Festival
Holi Festival

Captured by Rizalkris
Anyway untuk teman-teman yang akan mengikuti Holi Festival, sebaiknya kalian sudah mempersiapkan tempat yang aman untuk gadget atau barang berharga kalian. Jangan sampai barang-barang berharga kalian rusak atau hilang disaat festival. 

Chapter 29 : Bogor Street Festival



x


Bogor Street Festival
Dalam rangka memeriahkan perayaan Cap Go Meh 2019, Wali Kota Bogor menyelenggarakan Bogor Street Festival yang bertempat di Jalan Surya Kencana, Bogor. Acara tersebut diselenggarakan pada tanggal 19 Februari 2019. Saya dan teman-temanpun tertarik untuk melihat perhelatan tersebut. Kami memulai perjalanan dengan menggunakan KRL dari Stasiun Duri pada pukul 15.00 dan sampai di Stasiun Bogor pada pukul 16.30. Harga tiket dari Stasiun Duri ke Stasiun Bogor hanya 6ribu rupiah. Kalian bisa menggunakan alat pembayaran berupa uang elektronik ataupun membeli tiket harian di stasiun.

Sampai di Bogor, kami mengisi perut terlebih dahulu di kedai makanan yang terletak di sebrang stasiun. Saya membeli roti maryam yang sudah terkenal di Bogor, yaitu “Roti Maryam Salman”. Sedangkan teman-teman yang lain membeli Seblak dan Nachos.


Roti Maryam "Salman"
Mehicano

Nachos
Setelah urusan perut terpenuhi, kami memutuskan untuk berjalan kaki menuju Surya Kencana. Karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari stasiun Bogor. Udara Bogor pada saat itu sangat bersahabat, membuat kami sangat nyaman berjalan kaki.

Seratus meter dari gerbang Surya Kencana, sudah terlihat rombongan peserta yang berbaris untuk mengikuti pawai budaya. Perlu kalian ketahui, acara ini tidak hanya diikuti oleh masyarakat kalangan Tionghoa saja. Namun berbagai kalangan masyarakatpun antusias mengikuti Bogor Street Festival. Pengunjung yang datang juga sangat banyak. Mereka memenuhi jalanan Surya Kencana. Kami mencoba memasuki area tersebut, namun ternyata sangat sulit mendapatkan spot untuk melihat pawai. Akhirnya kami memutuskan untuk keluar dari kerumunan warga dan melihat pawai dari depan gerbang. Disini kami bisa bernafas dengan lega dan bebas mengambil foto dengan mudah.


Di depan pintu gerbang Surya Kencana
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Mendengar adzan Maghrib berkumandang, kami bergegas ke stasiun dan kembali ke Jakarta. Karena salah satu dari teman kami masih harus bekerja. Kami tidak menyangka kalau antusias warga sangatlah besar untuk melihat Bogor Street Festival. Semoga Wali Kota Bogor lebih sering lagi menggelar acara – acara seperti ini.   

Happy Backpacking!! -Arie Budi-

     




Chapter 25 : Menelusuri kawasan Pecinan, Glodok


Pecinan Glodok
Glodok, sebuah wilayah pecinan di Jakarta Barat yang merupakan salah satu wilayah pecinan terbesar di Indonesia dan menjadi salah satu motor penggerak ekonomi Jakarta sejak dulu hingga kini. Sekilas mungkin tidak menarik sama sekali menjadikan Glodok sebagai tempat tujuan wisata. Namun ternyata anggapan tersebut akan terpatahkan jika kalian mencoba menyusuri kawasan tersebut. Kawasan ini akan dipenuhi wisatawan pada saat tahun baru imlek. Dan saya berkunjung ke Glodok sehari sebelum tahun baru imlek. Saya memulai dengan Gang Gloria, gang - gang sempit tempat orang berniaga. Kalian bisa mencoba cita rasa kuliner masyarakat keturunan Tionghoa yang masih terjaga. Di gang ini, terdapat satu kedai kopi yang sangat terkenal di kalangan wisatawan lokal maupun mancanegara. Kedai ini bernama "Kedai Kopi Es Tak Kie". Kedai kopi yang berdiri sejak tahun 1927. Untuk informasi mengenai kedai kopi ini, kalian bisa membacanya di artikel saya sebelumnya "Kedai Kopi Es Tak Kie"


Pedagang di Gang Gloria

Kedai Kopi Es Tak Kie
Dari Kedai Kopi Es Tak Kie, kalian bisa berpindah ke Pantjoran Tea House (PTH) yang terletak tepat di  seberang Glodok City Plaza. Keberadaannya sudah jadi perbincangan di kalangan wisatawan karena mengusung konsep kedai teh di tengah pecinan. Apalagi budaya minum teh di masyarakat keturunan Tionghoa sudah sangat kuat sejak dulu. Di depan PTH kalian akan melihat sebuah meja panjang yang diatasnya terdapat 8 teko berisikan teh. Teh tersebut disajikan secara gratis untuk masyarakat yang melewati PTH. Teh disajikan mulai pukul 08.00 - 19.00 WIB. Ini merupakan Tradisi Patekoan yang diusung oleh Kapiten asal China bernama Gan Dji pada era Batavia. Delapan Teko yang disajikan tersebut dipercaya dapat membawa kebaikan. Sehinga tradisi ini masih diberlakukan sampai saat ini.

Pantjoran Tea House
Di lantai dasar Pantjoran Tea House
Tradisi Patekoan
Tradisi Patekoan

Memasuki lantai dua PTH, sobat traveller disuguhi oleh interior yang bernuansa khas Tiongkok. Beberapa furnitur kayu dan pajangan dengan sentuhan klasik menghiasi ruangan. Informasi mengenai sejarah hingga jenis teh pun terpampang di dinding restoran. Untuk menu di PTH tentunya didominasi dengan teh dan makanan khas Tionghoa. Saya dan teman-teman memesan Tie Guan Yin (Rp 75.000 untuk 5x refill). Sang pramusaji akan memperlihatkan seni Gong Fu Cha yaitu seni menyeduh dan menyajikan teh ala masyarakat Tiongkok. Proses ini mengandung makna mendalam seperti belajar kesabaran, tekun, tata krama, keindahan, ketenangan dan harmonisasi kehidupan.

di lantai 2 PTH
Pengunjung PTH
Interior PTH

Peralatan Gong Fu Cha

Peragaan Gong Fu Cha

Peragaan Gong Fu Cha

Melihat proses pembuatan 

Enjoy the tea
 Puas minum teh di Pantjoran Tea House, saya akan mengajak sobat traveller makan laksa yang terkenal di Glodok yaitu Laksa Lao Hoe. Kedai Lao Hoe terletak di gang padat di kawasan Petak Sembilan, tepatnya di sebrang Gang Gloria. Selain menjual Laksa, kedai ini juga menjual Mie Belitung, Ayam Goreng, Nasi Uduk, serta aneka gorengan. Laksa Lao Hoe diminati oleh banyak orang dan perlahan menjadi primadona di Petak Sembilan. Banyak wisatawan yang mampir untuk mencoba seporsi laksa yang legendaris ini. Kedai ini juga menjadi tempat untuk orang-orang yang rindu nuansa masa lalu. Karena Kedai Lao Hoe memiliki interior yang klasik dengan foto-foto tua dan meja makan kayu. Sayapun memesan satu porsi Laksa dan segelas Liang Teh dingin.

Kedai Lao Hoe
Proses pembuatan laksa

Interior Kedai Lao Hoe

Interior Kedai Lao Hoe

Laksa Lao Hoe

Sajian Laksa Lao Hoe ini sangat pas. Kuahnya kental dan wangi daun kemangi yang lumayan tajam. Dan pastinya, setiap makanan disini dibuat tanpa menggunakan penyedap rasa ataupun pengawet. Jadi jangan khawatir yaaaa. Untuk masalah harga, masih relatif terjangkau. Cukup membayar Rp 37.500,00 untuk seporsi Laksa dan segelas Liang Teh.

Tujuan terakhir saya di Glodok adalah Vihara Dharma Bhakti, vihara tertua di pecinan Glodok. Vihara ini dibangun pada tahun 1650 oleh Letnan Guo Xun - Guan. Berdirinya vihara ini bersamaan dengan terbentuknya perkampungan Tionghoa, yang sekarang dikenal dengan sebutan Kampung Pecinan Glodok. Vihara Dharma Bakti juga merupakan salah satu vihara yang paling ramai dikunjungi oleh masyarakat keturunan Tionghoa pada saat perayaan tahun baru imlek. Selain mereka yang datang untuk berdoa, ternyata ada banyak "para pemburu angpao" yang mendatangi vihara ini. Bahkan mereka rela untuk tidur di pelataran vihara.

Suasana di malam tahun baru imlek 2019 saat itu terlihat beberapa pengunjung yang datang untuk beribadah. Tak hanya itu, deretan lilin merah sepanjang 1 meter tampak berjajar di salah satu dinding. Puluhan lilin merah raksasa dibiarkan menyala memadati area tengah. Selain lilin dan altar sembahyang, patung - patung dewa yang terbuat dari kuningan dipajang di etalase salah satu sisi ruang utama vihara. Saya tidak berlama - lama di area dalam vihara, karena nafas saya yang sesak akibat asap dari lilin dan hio yang dibakar.

Ibadah di tahun baru Imlek
Ibadah di tahun baru Imlek

Ibadah di tahun baru Imlek

Ibadah di tahun baru Imlek

Prosesi pembakaran Hio

Ibadah di tahun baru Imlek

Ibadah di tahun baru Imlek

Ibadah di tahun baru Imlek
 Itulah sebagian tempat-tempat menarik yang bisa sobat traveller kunjungi di pecinan Glodok.

Happy Backpacking!! -Arie Budi-

Chapter 16 : Berburu sunrise di Angkor Wat


Di depan Angkor Wat
Angkor Wat merupakan situs bersejarah di Siem Reap yang telah dinobatkan sebagai World Heritage Site oleh UNESCO. Komplek percandian ini menjadi sangat terkenal ketika salah satu film blockbuster yaitu Tom Raider mengambil beberapa adegan di tempat ini. Ketenaran sebuah film seakan menjadi promosi gratis bagi sebuah tempat wisata. Semenjak itu, banyak turis mancanegara yang berbondong-bondong mengunjungi komplek Angkor Wat.

Saya dan teman-teman berkesempatan mengunjungi tempat ini pada tahun 2016. Pada saat itu harga tiket masuk untuk one day trip masih $20. Namun sekarang tiket masuk ke Angkor Wat naik hampir 2 kali lipat menjadi $38. Untuk paket trip 3 hari, yang semula $40 sekarang menjadi $60 dan weekly ticket naik dari $62 menjadi $72. Kenaikan yang begitu fantastis menurut saya.

Sebelum mengunjungi Angkor Wat, saya telah memesan tuk-tuk untuk membawa saya dan teman-teman berkeliling komplek percandian. Informasi mengenai persewaan tuk-tuk bisa kalian lihat di Tuk-Tuk Chen. Pukul 4 pagi, Chen dan Ayahnya telah menjemput kami di depan hostel. Cukup sulit bagi kami untuk beranjak dari kasur hostel. Namun karena kami ingin melihat sunrise, mau tidak mau kami harus bangun lebih awal.

Udara dingin dan hembusan angin menemani perjalanan kami ke Angkor Wat. Di sepanjang jalan, kami menjumpai banyak wisatawan dengan menggunakan tuk-tuk yang mempunyai tujuan sama dengan kami. Hanya 15 menit kami sampai di lokasi pembelian tiket. Tempat ini ternyata terpisah dengan komplek percandian. Disini sudah banyak wisatawan yang mengantri di loket penjualan. Pembelian tiket tidak bisa diwakilkan, karena para pengunjung akan difoto terlebih dahulu dan foto mereka akan di print out bersama dengan tiket masuk. Jadi didalam tiket masuk akan terpampang foto pengunjung.

Loket pembelian tiket Angkor Wat
Tiket Angkor Wat
Selesei mengurus pembelian tiket, tuk-tuk kami segera meluncur ke destinasi pertama yaitu Angkor Wat. Memasuki kawasan Angkor, kami melihat banyak wisatawan yang sudah berkumpul di spot terbaik untuk mengabadikan moment sunrise. Kamipun langsung mencari tempat untuk bisa mengabadikan moment tersebut.

Matahari mulai menampakkan dirinya, puluhan gambar telah terekam di kamera saya dan teman-teman. Usaha kami tidak sia-sia untuk bangun pagi, kami sangat puas ketika melihat matahari muncul dibalik Angkor Wat.

Spot favorit di Angkor Wat
Sunrise di Angkor Wat
Sunrise di Angkor Wat (2)
Pengunjung di Angkor Wat
Tim Angkor Wat
Memasuki kawasan Angkor, saya melihat banyak ornamen-ornamen yang hampir sama dengan candi-candi yang ada di Indonesia. Pada permukaan dinding di Angkor Wat, terdapat relief makhluk perempuan cantik dengan lekuk tubuh yang sensual, melenggok dengan sikap tangan gemulai dipenuhi dengan perhiasan, kadang hanya digambarkan sederhana namun memiliki kharisma tersendiri. Makhluk perempuan yang digambarkan itu adalah Apsara. Apsara dalam agama Hindu adalah bidadari yang bersemayam di kerajaan. Di salah satu sudut candi ini, saya melihat biksu yang sedang memasangkan gelang yang sudah diberi doa-doa kepada wisatawan yang berkunjung. Para pengunjung bisa memberi fee secara sukarela untuk mendapatkan gelang tersebut.

Di dalam Angkor Wat
Di dalam Angkor Wat (2)
A Monk with blessing bracelet 
Apsara
Di dalam Angkor Wat (3)
Destinasi kedua kami yaitu Ta Prohm Temple. Candi ini tidak dipugar dan dibiarkan dalam kondisi asal sebagaimana candi ini ditemukan. Sehingga para wisatawan bisa melihat akar-akar pohon raksasa yang mencengkeram tubuh candi. Hal ini justru menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Hampir semua wisatawan yang berkunjung ke Ta Prohm Temple pasti berfoto dengan latar belakang akar-akar pohon yang menjulang di tubuh candi. Runtuhan-runtuhan tubuh candipun lebih banyak ditemui disini dibandingkan di Angkor Wat.

Ta Prohm Temple (1)
Ta Prohm Temple (2)
Ta Prohm Temple (3)
Ta Prohm Temple (4)
A Monk at Ta Prohm Temple
Ta Prohm Temple (5)
Ta Prohm Temple (6)
Dari Ta Prohm Temple kami berhenti di Bayon Temple. Candi ini merupakan candi yang paling terkenal di Angkor Complex dimana terdapat lebih dari 200 ukiran wajah terpampang diatas menara. Candi ini juga sebagai candi yang paling mewah dan megah di kawasan Angkor. Kami hanya berforto di depan gate Bayon Temple. Kondisi cuaca yang sangat panas dan luasnya area tiap candi membuat tenaga kami terforsir. Kamipun memutuskan kembali ke hostel setelah berfoto di depan gate Bayon Temple. Bagi pecinta sejarah, kalian pasti akan suka ketika berkunjung ke Komplek Angkor Wat. Karena banyak wisatawan mancanegara yang sampai membeli peket 3 days trip untuk mengelilingi Komplek Angkor Wat.

At the gate of Bayon Temple
Happy Backpacking!! -Arie Budi-