Showing posts with label domestic. Show all posts

Chapter 29 : Bogor Street Festival



x


Bogor Street Festival
Dalam rangka memeriahkan perayaan Cap Go Meh 2019, Wali Kota Bogor menyelenggarakan Bogor Street Festival yang bertempat di Jalan Surya Kencana, Bogor. Acara tersebut diselenggarakan pada tanggal 19 Februari 2019. Saya dan teman-temanpun tertarik untuk melihat perhelatan tersebut. Kami memulai perjalanan dengan menggunakan KRL dari Stasiun Duri pada pukul 15.00 dan sampai di Stasiun Bogor pada pukul 16.30. Harga tiket dari Stasiun Duri ke Stasiun Bogor hanya 6ribu rupiah. Kalian bisa menggunakan alat pembayaran berupa uang elektronik ataupun membeli tiket harian di stasiun.

Sampai di Bogor, kami mengisi perut terlebih dahulu di kedai makanan yang terletak di sebrang stasiun. Saya membeli roti maryam yang sudah terkenal di Bogor, yaitu “Roti Maryam Salman”. Sedangkan teman-teman yang lain membeli Seblak dan Nachos.


Roti Maryam "Salman"
Mehicano

Nachos
Setelah urusan perut terpenuhi, kami memutuskan untuk berjalan kaki menuju Surya Kencana. Karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari stasiun Bogor. Udara Bogor pada saat itu sangat bersahabat, membuat kami sangat nyaman berjalan kaki.

Seratus meter dari gerbang Surya Kencana, sudah terlihat rombongan peserta yang berbaris untuk mengikuti pawai budaya. Perlu kalian ketahui, acara ini tidak hanya diikuti oleh masyarakat kalangan Tionghoa saja. Namun berbagai kalangan masyarakatpun antusias mengikuti Bogor Street Festival. Pengunjung yang datang juga sangat banyak. Mereka memenuhi jalanan Surya Kencana. Kami mencoba memasuki area tersebut, namun ternyata sangat sulit mendapatkan spot untuk melihat pawai. Akhirnya kami memutuskan untuk keluar dari kerumunan warga dan melihat pawai dari depan gerbang. Disini kami bisa bernafas dengan lega dan bebas mengambil foto dengan mudah.


Di depan pintu gerbang Surya Kencana
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Pawai Budaya
Mendengar adzan Maghrib berkumandang, kami bergegas ke stasiun dan kembali ke Jakarta. Karena salah satu dari teman kami masih harus bekerja. Kami tidak menyangka kalau antusias warga sangatlah besar untuk melihat Bogor Street Festival. Semoga Wali Kota Bogor lebih sering lagi menggelar acara – acara seperti ini.   

Happy Backpacking!! -Arie Budi-

     




Chapter 25 : Menelusuri kawasan Pecinan, Glodok


Pecinan Glodok
Glodok, sebuah wilayah pecinan di Jakarta Barat yang merupakan salah satu wilayah pecinan terbesar di Indonesia dan menjadi salah satu motor penggerak ekonomi Jakarta sejak dulu hingga kini. Sekilas mungkin tidak menarik sama sekali menjadikan Glodok sebagai tempat tujuan wisata. Namun ternyata anggapan tersebut akan terpatahkan jika kalian mencoba menyusuri kawasan tersebut. Kawasan ini akan dipenuhi wisatawan pada saat tahun baru imlek. Dan saya berkunjung ke Glodok sehari sebelum tahun baru imlek. Saya memulai dengan Gang Gloria, gang - gang sempit tempat orang berniaga. Kalian bisa mencoba cita rasa kuliner masyarakat keturunan Tionghoa yang masih terjaga. Di gang ini, terdapat satu kedai kopi yang sangat terkenal di kalangan wisatawan lokal maupun mancanegara. Kedai ini bernama "Kedai Kopi Es Tak Kie". Kedai kopi yang berdiri sejak tahun 1927. Untuk informasi mengenai kedai kopi ini, kalian bisa membacanya di artikel saya sebelumnya "Kedai Kopi Es Tak Kie"


Pedagang di Gang Gloria

Kedai Kopi Es Tak Kie
Dari Kedai Kopi Es Tak Kie, kalian bisa berpindah ke Pantjoran Tea House (PTH) yang terletak tepat di  seberang Glodok City Plaza. Keberadaannya sudah jadi perbincangan di kalangan wisatawan karena mengusung konsep kedai teh di tengah pecinan. Apalagi budaya minum teh di masyarakat keturunan Tionghoa sudah sangat kuat sejak dulu. Di depan PTH kalian akan melihat sebuah meja panjang yang diatasnya terdapat 8 teko berisikan teh. Teh tersebut disajikan secara gratis untuk masyarakat yang melewati PTH. Teh disajikan mulai pukul 08.00 - 19.00 WIB. Ini merupakan Tradisi Patekoan yang diusung oleh Kapiten asal China bernama Gan Dji pada era Batavia. Delapan Teko yang disajikan tersebut dipercaya dapat membawa kebaikan. Sehinga tradisi ini masih diberlakukan sampai saat ini.

Pantjoran Tea House
Di lantai dasar Pantjoran Tea House
Tradisi Patekoan
Tradisi Patekoan

Memasuki lantai dua PTH, sobat traveller disuguhi oleh interior yang bernuansa khas Tiongkok. Beberapa furnitur kayu dan pajangan dengan sentuhan klasik menghiasi ruangan. Informasi mengenai sejarah hingga jenis teh pun terpampang di dinding restoran. Untuk menu di PTH tentunya didominasi dengan teh dan makanan khas Tionghoa. Saya dan teman-teman memesan Tie Guan Yin (Rp 75.000 untuk 5x refill). Sang pramusaji akan memperlihatkan seni Gong Fu Cha yaitu seni menyeduh dan menyajikan teh ala masyarakat Tiongkok. Proses ini mengandung makna mendalam seperti belajar kesabaran, tekun, tata krama, keindahan, ketenangan dan harmonisasi kehidupan.

di lantai 2 PTH
Pengunjung PTH
Interior PTH

Peralatan Gong Fu Cha

Peragaan Gong Fu Cha

Peragaan Gong Fu Cha

Melihat proses pembuatan 

Enjoy the tea
 Puas minum teh di Pantjoran Tea House, saya akan mengajak sobat traveller makan laksa yang terkenal di Glodok yaitu Laksa Lao Hoe. Kedai Lao Hoe terletak di gang padat di kawasan Petak Sembilan, tepatnya di sebrang Gang Gloria. Selain menjual Laksa, kedai ini juga menjual Mie Belitung, Ayam Goreng, Nasi Uduk, serta aneka gorengan. Laksa Lao Hoe diminati oleh banyak orang dan perlahan menjadi primadona di Petak Sembilan. Banyak wisatawan yang mampir untuk mencoba seporsi laksa yang legendaris ini. Kedai ini juga menjadi tempat untuk orang-orang yang rindu nuansa masa lalu. Karena Kedai Lao Hoe memiliki interior yang klasik dengan foto-foto tua dan meja makan kayu. Sayapun memesan satu porsi Laksa dan segelas Liang Teh dingin.

Kedai Lao Hoe
Proses pembuatan laksa

Interior Kedai Lao Hoe

Interior Kedai Lao Hoe

Laksa Lao Hoe

Sajian Laksa Lao Hoe ini sangat pas. Kuahnya kental dan wangi daun kemangi yang lumayan tajam. Dan pastinya, setiap makanan disini dibuat tanpa menggunakan penyedap rasa ataupun pengawet. Jadi jangan khawatir yaaaa. Untuk masalah harga, masih relatif terjangkau. Cukup membayar Rp 37.500,00 untuk seporsi Laksa dan segelas Liang Teh.

Tujuan terakhir saya di Glodok adalah Vihara Dharma Bhakti, vihara tertua di pecinan Glodok. Vihara ini dibangun pada tahun 1650 oleh Letnan Guo Xun - Guan. Berdirinya vihara ini bersamaan dengan terbentuknya perkampungan Tionghoa, yang sekarang dikenal dengan sebutan Kampung Pecinan Glodok. Vihara Dharma Bakti juga merupakan salah satu vihara yang paling ramai dikunjungi oleh masyarakat keturunan Tionghoa pada saat perayaan tahun baru imlek. Selain mereka yang datang untuk berdoa, ternyata ada banyak "para pemburu angpao" yang mendatangi vihara ini. Bahkan mereka rela untuk tidur di pelataran vihara.

Suasana di malam tahun baru imlek 2019 saat itu terlihat beberapa pengunjung yang datang untuk beribadah. Tak hanya itu, deretan lilin merah sepanjang 1 meter tampak berjajar di salah satu dinding. Puluhan lilin merah raksasa dibiarkan menyala memadati area tengah. Selain lilin dan altar sembahyang, patung - patung dewa yang terbuat dari kuningan dipajang di etalase salah satu sisi ruang utama vihara. Saya tidak berlama - lama di area dalam vihara, karena nafas saya yang sesak akibat asap dari lilin dan hio yang dibakar.

Ibadah di tahun baru Imlek
Ibadah di tahun baru Imlek

Ibadah di tahun baru Imlek

Ibadah di tahun baru Imlek

Prosesi pembakaran Hio

Ibadah di tahun baru Imlek

Ibadah di tahun baru Imlek

Ibadah di tahun baru Imlek
 Itulah sebagian tempat-tempat menarik yang bisa sobat traveller kunjungi di pecinan Glodok.

Happy Backpacking!! -Arie Budi-

Chapter 23 : Mengunjungi Surga Tersembunyi yang Ada di Provinsi Banten

Gate ke Pulau Sangiang
Masih bingung mau kemana libur akhir pekan ini? Kali ini saya akan menceritakan salah satu surga tersembunyi yang dimiliki oleh Provinsi Banten, yaitu Pulau Sangiang. Pulau ini dahulunya merupakan wilayah konservasi dan cagar alam. Namun sekarang sobat traveller dapat mengunjungi Pulau Sangiang untuk berwisata. Selain memiliki Hutan Tropis yang masih hijau alami, Pulau Sangiang juga terkenal akan pantainya yang berpasir putih dan airnya yang biru dan tenang yang menambah keeksotisan dari Pulau Sangiang.

Saya dan teman-teman memulai perjalanan dari Jakarta pada pukul 12 malam dan sampai di Pelabuhan Paku Anyer pada pukul 4 pagi. Sesampainya di pelabuhan, kami melanjutkan istirahat karena kapal yang kami gunakan untuk menyeberang baru beroperasi diatas jam 6 pagi. Anyway biaya sewa kapal keliling Pulau adalah 1,5juta. Kapal tersebut bisa muat sampai 20 orang. Kapal ini memiliki fasilitas deck untuk istirahat dan juga kamar mandi. 

Di Pelabuhan Paku Anyer
Destinasi pertama yang akan kami eksplor adalah Lagoon Waru. Perjalanan ini akan ditempuh dalam waktu 45-50 menit. Disini kami akan snorkeling dan melihat keindahan bawah laut dari Pulau Sangiang. Untuk teman-teman yang mabok laut, kalian bisa minum ant*mo terlebih dahulu. Karena perjalanan ke Pulau ini akan melewati ombak ganas khas dari Selat Sunda.

Pemandangan Selat Sunda
Snorkel Gear dan Finnpun telah kami siapkan selama di perjalanan. Sesampainya di Lagoon Waru, satu persatu dari kami bergegas turun ke laut. Ombak laut saat itu sangat bersahabat. Saya yang awalnya snorkeling dengan menggunakan Life Vest, akhirnya memberanikan diri untuk melepas Life Vest yang saya kenakan. Dan Alhamdulillah sayapun tidak tenggelam selama snorkeling. Saat itu kapal kamilah yang datang paling awal. Sehingga kondisi Lagoon Waru masih sepi dan kami bebas snorkeling di tempat tersebut tanpa bertabrakan dengan wisatawan yang lain. 

Snorkeling di Lagoon Waru
Pemandangan bawah laut di Lagoon Waru. (Pic by : @dedyhutasoit)

Pemandangan bawah laut di Lagoon Waru. (Pic by : @dedyhutasoit)
Setelah menikmati keindahan bawah laut Lagoon Waru, kami pindah ke destinasi snorkeling kedua yaitu Lagoon Bajo. Kondisi bawah lautnya hampir sama dengan Lagoon Waru. Banyak terumbu karang cantik dan ikan-ikan kecil yang bisa dilihat disini. Beberapa teman saya yang sudah jago freedive pada menyelam sampai titik paling bawah. Kedalamannya berkisar antara 4-5 meter. Saya yang belum pandai menyelampun, hanya bisa melihat dari atas.

Pemandangan bawah laut di Lagoon Bajo. (Pic by : @dedyhutasoit)
Pemandangan bawah laut di Lagoon Bajo. (Pic by : @dedyhutasoit)
Pemandangan bawah laut di Lagoon Bajo. (Pic by : @dedyhutasoit)
Cukup lama kami snorkeling di tempat kedua. Dari mulai hujan datang sampai hujan reda kami masih berada disana. Salah satu teman saya ada yang membawa lay bag. Kamipun bergantian foto dengan menggunakan lay bag tersebut.

Laying on the Lay Bag
Puas snorkeling di Lagoon Waru dan Lagon Bajo, kapal kami melaju ke destinasi selanjutnya yaitu Pulau Sangiang. Selama perjalanan, kapal akan melewati hamparan hutan bakau. Hutan ini berfungsi untuk melindungi Pulau Sangiang dari terpaan  gelombang air laut. Sesampainya di Pulau, kami langsung mencari warung untuk makan siang terlebih dahulu. Kegiatan snorkeling membuat energi kami terkuras, oleh karena itu kami memerlukan banyak asupan makanan. 

Wefie di kapal

Melewati hutan bakau

Beberapa rumah warga di Pulau Sangiang
Wefie di samping warung makan 

Setelah makan siang dan istirahat sebentar, kami akan eksplor salah satu pantai yang ada di Pulau Sangiang yaitu Pantai Pasir Panjang yang menjadi primadona di Pulau ini. Untuk menuju pantai ini, kami harus trekking melewati hutan terlebih dahulu sekitar 15 menit. Pantai ini memiliki pasir putih yang memanjang dan melengkung serta berbatasan dengan tebing batu yang sangat indah. Namun sayangnya, banyak terdapat sampah dan tumpukan batang pohon yang ada di salah satu bibir pantai. Hal ini dapat mengurangi keindahan Pantai Pasir Panjang. Konon kata warga sekitar, tumpukan batang pohon dan sampah-sampah itu terbawa oleh ombak dari Pulau Jawa. Para warga sudah pernah membersihkannya, namun di musim tertentu sampah-sampah ini terbawa lagi oleh ombak yang datang.  

Trekking menuju Pantai Pasir Panjang
Selfie di Hutan
   
Pantai Pasir Panjang

Tumpukan batang pohon di bibir pantai
Tim Pulau Sangiang
Sambil menikmati deburan ombak di Pantai, sobat traveler dapat membeli es kelapa muda yang dijual oleh penduduk setempat. Kelapa tersebut langsung diambil dari pohon kelapa yang banyak tumbuh di sekitar Pulau Sangiang. Kami beristirahat sejenak sambil minum es kelapa yang sangat segar. Tak terasa jam ditanganpun menunjukkan pukul 15.30. Kami bersiap-siap kembali ke dermaga. Karena jika kami kesorean, air laut yang ada di dermaga akan surut dan kami tidak bisa kembali ke Jakarta hari itu. 

Pic by : @leonardlefkas

Bermain air laut
Duduk santai di pinggir pantai
Menikmati es kelapa
Perjalanan pulang begitu mendebarkan. Ombak laut sangat kencang sore itu. Deburan ombakpun tak henti-hentinya masuk ke kapal kami. Saya sangat takut. Karena ini adalah pengalaman pertama saya naik kapal dengan ombak sebesar ini. Ternyata teman-teman saya yang lain juga merasakan hal yang sama. Sepanjang perjalanan saya hanya bisa berdoa agar kapal yang kami tumpangi tidak terbalik. Kami tidak sempat mengabadikan momen saat itu. Semua orang duduk terdiam ditempat masing-masing. Perjalanan yang sangat lama dan begitu menguras adrenalin. Dan Alhamdulillah, kami semua sampai di Pelabuhan Paku Anyer dengan selamat. 

Sebelum ombak menyerang
Jadi untuk sobat traveller yang tinggal di Jakarta atau Tangerang, kalian bisa menghabiskan akhir pekan kalian untuk mengunjungi salah satu surga tersembunyi yang ada di Provinsi Banten. Dijamin kalian tidak akan menyesal. Karna tempat ini sangatlah indah. Jadi tunggu apa lagi?

Happy Backpacking!! -Arie Budi-